Wednesday, March 13, 2019

Code of Conduct dalam Mencari Ilmu

March 13, 2019 2 Comments
Bismillahirrahmanirrahim

Kurang lebih lima tahun yang lalu saya memutuskan untuk melamar di sebuah Pre-School di Depok untuk menjadi Playgroup Teacher saat itu. Saya yang baru saja lulus dari SMA dan skip setahun untuk pengabdian lalu melamar kerja tanpa banyak pengalaman, ditolong Allah dengan diterima di sekolah tersebut.

Wanita tersebut, empunya Pre-School tempat saya bekerja memang sangat baik hati telah menerima saya saat itu, bersabar dengan metamorfosa saya selama bekerja disana, dari saya yang sangat kosong hingga saya yang lumayan terisi. Tidak, saya tidak mengatakan ilmu mengajar dan pengalaman saya banyak. Ibarat botol, mungkin saya masih baru terisi 20ml saja?

Jika dikorelasikan dengan alasan mengapa saya ingin sekali mengikuti perkuliahan di Ibu Profesional khususnya di kelas Bunda Sayang adalah karena saya ingin mematangkan jiwa saya sebagai guru plus sebagai ibu dan istri. Menjiwai disini berarti secara bathiniah dan lahiriah saya mampu menjalani peran dengan baik, dengan tidak asal-asalan, dengan menggunakan hati, dan dengan tanpa lelah mengasihi.

GIF Source: Pinterest

Saat saya bekerja dan mendedikasikan diri menjadi guru di sekolah tersebut, ada beberapa peraturan yang menyebutkan bahwa orang tua diharapkan tidak menginterupsi saat kegiatan belajar berlangsung. Preschooler tentunya akan sulit beradaptasi jika ayah dan bunda terus-menerus membuntutinya terutama saat ia dalam masa separation anxiety atau masa penyesuaian untuk berpisah dengan orang tua selama waktu sekolah berlangsung. Contoh tersebut menjadi satu catatan mengapa mendidik dengan mengajar merupakan dua hal yang berbeda.

Namun, saya ingin mengejar target saya bahwa saya bisa mengedukasi anak saya dan saya tetap bisa menjadi guru untuk anak saya. Dalam bidang apapun yang saya mampu.

Saya percaya perkuliahan ini bisa membantu saya untuk mencapai hal tersebut. Memang, bukan mudah memainkan dua peran, sebagai ibu dan guru di rumah. Its always worth to try indeed.

Berkaitan dengan keinginan saya menekuni kelas Bunda Sayang ini, tentu saja saya harus memiliki strategi dalam pelaksanaannya. Bukan hal yang muluk-muluk. Saya akan mulai kembali kebiasaan saya (yang terdahulu) untuk mencatat, mengalirkan, menjabarkan segalanya dalam buku catatan dan agenda. Jika terdahulu di masanya Nabi dan Shahabat mendapat ilmu lalu terserap sampai Shudur atau hati mereka, berbeda dengan masa kini yang saya rasa tidak mudah jika hanya dapat lalu terhempas tanpa tercatat. Kurang lebih dari apa yang saya tahu, selain banyak membuat perencanaan, perkuliahan di Bunda Sayang ini juga membutuhkan pengaplikasian nyata. Itulah yang menjadi kunci dan harapan terbesar saya. Agar saya bisa mengerjakan dan mengamalkan ilmu yang sebenarnya sudah sangat aplikatif tersebut.

Lagi, saya bersyukur di dalam perkuliahan ini saya diajari banyak pondasi dasar untuk memperkokoh ilmu yang akan saya terima. Code of Conduct yang menjadi materi awal adalah kunci lain untuk menjemput konsistensi, komitmen, serta stabilitas kesemangatan diri saya. Bahkan saya kembali diingatkan bahwa sebelum ilmu ada adab, dan itulah pondasi terkuat penjemputan ilmu untuk mengimprovisasi diri.

Terkait dengan Code of Conduct tersebut, saya menjadi lebih banyak berkaca terutama dalam penggunaan sosial media sebagai wadah tholabul 'ilmi. Hal sekecil menghargai pendapat orang lain, mendengarkan orang lain hingga selesai beropini, sampai hal besar seperti menjaga amanah dan tidak menyalahgunakan materi untuk kepentingan pribadi membuat saya ingin lebih berhati-hati lagi.

Kebanyakan dari kita menganggap remeh penggunaan sosial media. "Ah tidak apa, kami tidak akan bertemu in person" atau "Ah tidak akan ada yang tahu saya akan mengerjakan ini atau tidak", adalah sedikit dari banyak penyakit yang bisa saja muncul karena penggunaan sosial media tersebut. 

Dan yang lebih mengerikan lagi adalah adanya ketersinggungan sampai kebencian yang muncul karena kemungkinan untuk salah paham dalam mencari ilmu dan berkomunikasi dengan sosial media kerap terjadi.

Itu hal-hal yang sangat sangat sangat saya hindari. Code of Conduct ini bagai perisai yang membuat saya bisa bertahan dari kejelekan diri saya sendiri sebenarnya. Sehingga saya siap menuntut ilmu, menyerap ilmu, dan mengaplikasikan ilmu dengan baik dan mulia caranya.

Thursday, February 28, 2019

Lihatlah Suamimu

February 28, 2019 0 Comments


Sesekali lihatlah suamimu, ketika ia terlelap bahkan mendengkur, ketika lelah di hari panjangnya tidak mampu kau ukur

Sesekali lihatlah suamimu, ketika ia bergegas mengambil langkah, berdesakan di kereta atau terjebak dalam antrian kendaraan, berjuang dalam hiruk pikuk demi menafkahimu sebagai kewajiban

Sesekali lihatlah suamimu, yang termenung karena sepi pengunjung, yang dalam hati air matanya berderai karena pembeli tak cukup ramai, atau pilu melihat putrinya menangis karena inginnya akan boneka baru yang manis

Sesekali lihatlah suamimu, yang teguh walau pikirannya keruh, yang semangat walau harinya berat, yang berusaha bangkit walau seluruh badannya sakit

Sesekali lihatlah suamimu, yang berusaha mendengarkanmu walau mungkin harinya penuh pengabaian, yang berusaha memahamimu walau mungkin harinya penuh dengan kesulitan

Kesulitan yang ia pendam, kesulitan yang sengaja ia abaikan, kesulitan yang ia terima dan enggan ia bagikan

Sesekali lihatlah suamimu. Jatuh hatilah padanya lagi dan lagi.

- Devi Rahmayanti. 2019.

Sunday, February 24, 2019

Media Penolong

February 24, 2019 0 Comments

Bismillah.

“Yaa Allah, berikanlah kepada hamba rezeki berupa kebaikan secara menyeluruh dalam diri hamba dan hapuskan kejelekan-kejelekan hamba”

Benar seperti yang orang bijak bilang bahwa kita memang tidak selalu diberikan apa yang kita inginkan namun apa yang kita butuhkan. Terkadang memang sulit bagi saya untuk berpura-pura tidak melihat pencapaian yang teman sebaya saya raih. Alur hidup mereka yang bisa terbilang “rapi”, sekolah, kuliah, wisuda, bekerja, berbisnis, menikah. Yes it is, it’s never too old to learn. Berbanding dengan saya yang alur hidupnya sedikit berbeda, sekolah, pengabdian, bekerja, menikah, kuliah. Saya bersyukur sekali Allah memberikan alur hidup yang demikian. Selain karena itu memang sudah tertulis, saya juga bisa mengambil banyak hikmah dari kehendak Allah akan saya dan jalan hidup saya.

Hanya saja, ini membuat saya membutuhkan kekuatan ekstra. Menjadi seorang istri serta ibu di usia muda terbilang gampang-gampang-susah, or even susah-susah-gampang 😁 saya harus bisa memiliki kekuatan untuk melawan ego saya sendiri—ego yang sangat tinggi, saya harus bisa memiliki kekuatan untuk melawan amarah-amarah saya, saya harus bisa memiliki kekuatan untuk mendampingi suami saya di setiap jatuh dan bangkitnya, saya harus bisa memiliki kekuatan untuk mengayomi anak saya dengan tulus, dalam keadaan apapun. Sulit, senang, sehat, lelah, sakit. Dalam keadaan apapun.

Jika saya bisa memilih untuk kembali ke masa lalu, saya memilih untuk lebih banyak mempersiapkan diri dalam menjadi seorang istri dan ibu. Sesepele apapun ilmu itu, saya harus gali dan tanam dengan baik. Bahkan sekecil ilmu mengiris bawang, tips mencuci sambil memasak, menjahit celana-celana yang sobek, sampai ke ilmu kompleks seperti berkomunikasi efektif dengan pasangan atau macam-macam pola pengasuhan positif. Lagi, Allah memang tidak memberikan saya pelajaran berupa jurnal, modul atau catatan. Allah decreed destiny, and I have to go through it properly.

Alhamdulillah, lagi-lagi saya dikirimkan pertolongan oleh Allah melalui media atau perantara-Nya yang sungguh baik. Diberikan sahabat-sahabat yang dengan mereka saya selalu merasa keimanan saya re-charged. Diberikan suami yang dengan sangat sabar menemani saya yang mungkin cukup lambat bermetamorfosis. Diberikan teman-teman yang dengan rendah hati selalu berbagi dan menolong saya dengan cara membagikan ilmu tentang wadahnya mencari ilmu. Salah satunya adalah menjadi anggota dari Institut Ibu Profesional ini. Masyaallah.

Pict Credit: instagram.com/llt1711

To be totally honest, ada banyak sekali media yang bisa kita gunakan untuk menimba ilmu. Ilmu apapun itu. Kuliah online, kuliah WhatsApp, workshops, training, parenting talk show, dan sebagainya. Pun dengan metode serta pemahaman ilmu yang beragam dari pakar yang berbeda pula. Terkadang saya harus pandai-pandai memilih apa yang harus saya tekuni, yang sesuai dengan kapasitas gelas yang saya miliki. Yang tidak akan turah-turah dan berakhir dengan tumpah sehingga isinya segitu-segitu saja.

Namun di Ibu Profesional ini, entah kenapa saya merasa benar-benar diayomi :’) di sekitar saya, walau jujur belum pernah bertemu beliau semua secara langsung, namun saya tidak pernah merasa berjuang sendirian. Di dunia saat ini, di media sosial manapun, sepertinya orang-orang mulai menganggap “nyinyir” sebagai budaya yang tidak lagi asing. Terutama di kalangan wanita. Bahasan ini akan sangat panjang jika dijabarkan. Tapi akhirnya setelah lelah dihadapi asap-asap kurang sehat tersebut, Allah memberikan saya penerangan berupa kesempatan untuk berada disini. Di Ibu Profesional saya merasa didorong dengan perhatian. Semua menjadi pembelajar tanpa harus merendahkan satu dengan lainnya. Semua wanita hebat namun tidak ada yang terlihat tinggi hatinya. Semua menggali potensi dan bersinergi dalam kebaikan. Bukan mencari kesalahan lalu merendahkan.

Ilmu yang diberikan di jenjang perkuliahan dalam menjadi ibu ini sangat aplikatif. Saya juga selalu diminta untuk merancang, memikirkan, menentukan, dan berkaca seputar pencapaian diri sendiri maupun keluarga. Setiap kali saya mengerjakan tantangan yang diberikan di kelas Pra-Bunda Sayang ini, saya selalu berpikir matang-matang dan bertanya ke dalam. Apa yang benar-benar harus saya alirkan ceritanya, apa yang harus saya perbaiki, kenapa saya bingung? Apakah karena memang belum melakukan apapun untuk perbaikan diri dan keluarga?

Dan saya sangat berterima kasih untuk itu semua💚

Terima kasih banyak untuk teman satu team di kelas pra-bunsay ini. Sudah inspiratif, kreatif pula! 💗
instagram.com/caturputri_

#semangatbundasayang
#ipbogorbergerak

Tuesday, February 19, 2019

Good New Habits to Bloom New Flowers in Me

February 19, 2019 0 Comments

Setelah hujan mengguyur kota dimana kami berada, lalu menyantap mie ayam sebagai menu makan siang, dan Mba Althaf tertidur pulas setelah asyik diam-diam memainkan bedak dan menaburkannya ke seluruh kaki serta karpet J Alhamdulillah bisa kembali membuka diskusi singkat bersama suami.

“Yah, jika aku harus memulai kegiatan sebagai habit untuk menjadi core dalam perbaikan diri aku, ayah, atau anak kita, menurut ayah apa yang harus aku mulai?”

Pict Source: instagram.com/ens2e

Lalu suami saya berpikir dan terdiam. “Bun, gimana kalau kita mulai dengan rutin sholat dhuha di setiap harinya?”

Saya terdiam dan kemudian mengangguk.

Sebenarnya, saya memiliki banyak sekali hal yang ingin mulai dilakukakan untuk menjadi kebiasaan baik. To be totally honest, saya masih memiliki banyak kelemahan terutama dalam manajemen diri, waktu, serta energi. Bahkan sebelum resign, masih banyak hal yang membuat saya messed up seperti pengeluaran membengkak karena jarang memasak, merasa memiliki sedikit sekali waktu dan sangat kelelahan dalam menjalani rutinitas, serta sering berdebat cantik-ganteng dengan suami tentang permasalahan-permasalahan sepele yang inti masalahnya hanya karena kelelahan dan butuh perhatian lebih 😝 itulah mengapa saya pikir saya harus mulai memperkuat konsistensi dan menciptakan pola hidup serta habit yang lebih baik.

Dan mengapa saya harus mendiskusikan terlebih dahulu dengan suami? Tentunya saya membutuhkan supervisor dan pengingat ketika suatu saat saya lalai, lupa, atau sengaja meninggalkan kegiatan tersebut. Berjalan bersama sambil berpegang tangan juga terasa lebih baik😻

Alhamdulillah, setelah mempelajari hal baru di kelas calon peserta Bunda Sayang IP Bogor bersama wanita-wanita hebat disana, api di diri saya mulai kembali menyala. Banyak peneliti, pakar, bahkan penasihat yang menganjurkan setiap insan agar membiasakan suatu kegiatan dalam 21 hari, 30 hari, 40 hari, 90 hari bahkan 6 bulan untuk bisa membentuk kegiatan tersebut menjadi kebiasaan dan bahkan gaya hidup.

Jika diingat, sebenarnya Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda tentang hal ini, walaupun konteksnya dalam hal ibadah, namun jika diniati untuk ibadah maka kegiatan tersebut InsyaAllah akan berbuah pahala, bukan? J

”Wahai manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang ajeg (berkelanjutan) walaupun sedikit.” – Hadits Riwayat Muslim.

Dan mengapa harus memilih Sholat Dhuha?
Karena hakikinya kita diciptakan Allah di dunia ini bukan untuk apapun melainkan untuk beribadah kepada-Nya bukan? Saya cukup sedih jika mengingat 24 jam yang Allah berikan setiap hari namun ketika berpikir cukupkah perbuatan dan amalan tersebut memperberat timbangan amal baik saya di akhirat nanti?

GIF Source: Tumblr

Kami yakin, dengan kami mengawali hari dengan beribadah, InsyaAllah semua kegiatan baik lain yang kami rencanakan akan berjalan dengan lancar. Jika melibatkan Allah dalam segala hal maka Allah akan banyak mengirimkan pertolongan, bukan? Jika mengutamakan Allah dalam setiap hari maka Allah akan mempermudah segala hal, bukan? Jika kita lebih mencintai Allah maka Allah akan dengan mudah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan?

Saya mulai menciptakan afirmasi positif tentang menjalani kegiatan ini di setiap harinya. Mudah-mudahan Allah permudah pagi hingga malam kami, Allah perluas hati kami dan jauh dari rasa kekurangan, serta Allah menumbuhkan kembali bunga serta semangat baru di diri saya untuk menjadi anak, wanita, istri serta ibu yang lebih baik lagi.

#SemangatBundaSayang
#IPBogorBergerak

Saturday, February 16, 2019

"Bunda Sayang"

February 16, 2019 2 Comments

Anyone can be cool but awesome takes practice – Lorraine Peterson.

Beberapa kali saya perhatikan, laki-laki yang saat ini menjadi suami saya menyebutkan kutipan tersebut di setiap rapat mingguan yang kami jalani di tempat kami mengabdi dulu. Siapa saja bisa jadi keren, tapi yang luar biasa adalah yang bisa mempratikkan segala ilmu dan teori dalam kesehariannya.

Saya sempat berdecak kagum, karena memang tidak salah. Untuk menjadi seseorang yang luar biasa, wawasan memang sangat penting. Namun, praktik dan pengamalannya yang menurut saya menjadi penentu ilmu tersebut akan bermanfaat atau berdebu.

Biidznillah, sampailah saya pada tahap menjadi seorang wanita yang disebut juga sebagai orang tua. Quote di atas tadi sering kali menampar saya kanan dan kiri, memang ilmu yang saya gali masih sangat sedikit, namun apakah saya sudah totalitas dalam pengamalannya di setiap rutinitas?

pict source: Pinterest

“Alirkan kebutuhan untuk mengeluarkan ribuan kata perhari ke dalam tulisan, sehingga gak cerewet-cerewet banget ke suami dan anak”

“Saat marah, atur pernapasan. Inhale-exhale. Kalau bisa ditangani, silahkan. Kalau tidak, tinggalkan sebentar.”

“Berkata yang baik, berprasangka yang baik. Sesungguhnya di dalam dzon ada dosa, siasati dengan profesional. Your words and thoughts reflect who you really are.”

Contoh, ketiga hal di atas. Basic yet complicated when it comes to a try. Khususnya kepada saya, yang masih punya banyak “pe-er” akan kestabilan emosi dan pola hidup. Bahkan saya masih sering melamun, lalu berpikir kenapa Allah memberikan saya qodar untuk menjadi orang tua dan istri sebegini cepat?

Karena Allah ingin saya memfungsikan diri dan terus belajar.

Ada banyak sekali sumber untuk saya gali dan pelajari. Namun dari jumlah sebanyak itu, manakah yang benar-benar bisa membuat saya awesome seperti yang dikatakan Lorraine di atas?

Alhamdulillah, setelah setahun menunggu dan sempat ada gap karena keterlambatan untuk mendaftar, saya bisa kembali menantang diri untuk mengikuti kelas lanjutan di Bunda Sayang Ibu Profesional. Namun, apa yang membuat saya ingin sekali berada di tahap sana?

Karena saya tidak ingin selesai dengan menyedihkan *glassy eyes*

Saya tidak ingin berhenti menjadi saya yang saat ini. Saya masih perlu menata diri, mengendalikan emosi, merancang visi dan misi, menjadi kebanggan anak dan suami, serta memasuki Surga Allah tanpa hisaban melalui empat sisi. Menjadi istri yang menjaga sholat lima waktu, bersungguh-sungguh dalam puasa Ramadhan, menjaga farji dari pelanggaran, dan taat kepada suami.

Lagi, empat hal namun rumit jika tidak didasari hati yang luas, ilmu yang mumpuni, serta batin dan raga yang tangguh untuk mempraktikkan ilmu dan teori yang tercatat. Itulah mengapa saya membutuhkan “tangan bantuan”, saya membutuhkan media untuk dapat konsisten dalam empat hal tersebut, sehingga prospeknya saya akan lebih kuat dalam cabang kewajiban saya sebagai sekolah yang utama untuk anak-anak saya sepanjang hidup. Sungguh berat, namun mulia :')

Karena yang terpenting adalah bagaimana wawasan tidak sekedar menjadi pedoman dan catatan. Namun menjadi penolong, penggugah, dan pendorong untuk mulai bergerak dan memulai implementasi. Semoga Allah permudah.

Lagi, siapakah yang bisa membuat saya menjadi awesome seperti yang dikatakan kutipan di atas?
Ya, jawabannya adalah diri saya sendiri. Takes practice. Takes practice. Takes practice.

pict source: instagram.com/shelley_illustration
#semangatbundasayang
#ibuprofesionalbogorbergerak

Tuesday, March 27, 2018

Social Venture

March 27, 2018 0 Comments

Bismillahirrahmanirahim

Mungkin ada dari beberapa orang mengajukan pertanyaan, Devi selama ini ngapain? IIP itu apa? Kenapa harus blogging? dan sebagainya.

IIP atau Institut Ibu Profesional adalah komunitas para ibu yang memiliki kepedulilan tinggi terhadap peningkatan kualitas hidup berbangsa dan bernegara melalui pendidikan anak dan keluarga.
Bisa disebut komunitas ini merupakan sebuah perkuliahan untuk para ibu yang ingin menjadikan dirinya lebih profesional dalam mendalami perannya.

Berkaitan dengan Nice Homework, kini saya dan teman-teman lain sudah sampai pada NHW terakhir, NHW #9, tentang Bunda sebagai Agen Perubahan.

Jika diruntut, NHW 1 sampai NHW 9 merupakan kesinambungan yang bisa mendukung para ibu untuk menjadi seperti apa yang tertulis diatas tadi. Ya, agen perubahan.

Yang bisa saya tarik sebagai kesimpulan, pada kelas Matrikulasi ini semua peserta perkuliahan diminta untuk merancang silabus serta kurikulum kehidupannya untuk menebar manfaat di lingkup keluarga dan sosial, secara passionate dan kontinyu. Sama halnya dengan sebuah sekolah, jika sekolah tidak memiliki silabus dan kurikulum yang jelas, akan apa visi misinya, indikator pencapaian setiap pembelajaran dan kegiatan, maka yang akan terjadi adalah sekolah dengan keputusan last minutes, tidak terarah dan sulit untuk mencapai satu tujuan yang jelas dan solid.

Di NHW 9 ini, saya diminta untuk mencari solusi terbaik diranah keluarga dan sosial memanfaatkan ketertarikan minat yang ada di NHW sebelumnya, untuk pada akhirnya bisa membuat social venture dengan rumus PASSION + EMPHATY.

Sebelum membaca lebih lanjut, apa itu Social Venture?
Adalah suatu usaha yang didirikan oleh seorang social entrepreneur baik secara individu maupun organisasi yang bertujuan untuk memberikan solusi sistemik untuk mencapai tujuan sosial yang berkelanjutan.

Sedangkan social entrepreneur adalah orang yang menyelesaikan isu sosial disekitarnya menggunakan kemampuan entrepreneur.

My Personal Social Venture Targets


Passion atau ketertarikan minat saya ada dalam bidang pendidikan. Dan biidznillah saat ini saya menjadi seorang guru kelas satu SD di Noori Primary School. Saya juga sangat tertarik dengan dunia psikologi, terutama Child Psychology (psikologi anak) dan Human Psychology (psikologi manusia). Kebetulan, saat ini saya adalah salah satu mahasiswi yang sedang mengambil program studi Teknologi Pendidikan, yang memiliki mimpi untuk menjadi guru, pendidik, trainer serta motivator khususnya dalam bidang pendidikan anak dan orangtua.

Dalam pendidikan, niat untuk mencari uang sama sekali tidak cukup jika ingin menjadi seorang guru dan atau edukator yang profesional.

Karena mengajar dari hati akan memunculkan kepercayaan diri, semangat dan inovasi untuk membuat peserta didik menjadi lebih antusias untuk mencari dan mendalami ilmu.

Untuk mencapai social venture, dibutuhkan rumus passion + emphaty. Isu-isu sosial yang saya hadapi di sekitar keluarga serta masyarakat adalah anak-anak yang memiliki semangat yang sangat kurang untuk belajar, anak-anak yang kecanduan akan layar dan gadget, orangtua yang terlalu sibuk dan malas untuk memberikan stimulus lebih dalam masa-masa perkembangan anak, serta orangtua yang terjebak dalam ketidaktahuan tentang pendidikan anak.

Maka ide dan mimpi saya dalam hal ini adalah untuk merintis sebuah pre-school, playgroup atau kindergarten yang berbasis kepada pendidikan islam serta character building. Saya juga sangat ingin membuat perpustakaan anak atau taman baca sehingga minat membaca pada anak akan terus meningkat. Saya juga ingin mempelajari teknik serta menjadi story teller untuk anak mengingat kegiatan menceritakan cerita atau membacakan buku kepada anak merupakan salah satu cara efektif untuk menanamkan banyak nilai kehidupan. Selanjutnya, jika saya diizinkan untuk lulus dan berhasil dalam kuliah saya, saya ingin menjadi trainer untuk edukator dan guru-guru pra-sekolah serta sekolah dasar, serta ingin mencoba membuat buku cerita anak, dan ingin menjadi salah satu penyiar di sebuah radio pendidikan.

Those are my current jobs, current dreams, and insyaallah will be my future jobs. Aamin J

Sunday, March 18, 2018

Makna Sejati Sebuah Produktivitas

March 18, 2018 0 Comments

Bismillahirrahmanirrahim

Materi di pekan 8 kelas matrikulasi batch 5 ini membahas tentang misi spesifik hidup dan produktivitas. Setelah saya kunyah baik-baik materi yang diberikan pekan ini, lagi-lagi saya terenyuh dan berpikir dalam-dalam, betapa Allah menginginkan kita mempelajari banyak sekali hal bahkan untuk sesuatu yang sudah terlewat.

Setelah berusaha mencari dan memahami apa misi hidup kita, sampai membuat kuadran aktivitas yang saya bisa dan saya suka, tibalah saya tertegun lagi saat membaca salah satu tagline yang berbunyi “Jadilah profesional dan rezeki akan mengikuti. Uang akan mengikuti sebuah kesungguhan, bukan bersungguh-sungguh karena uang.”

Bahwa menjadi produktif bukan sekedar mendapat lebih banyak kantong uang, namun bagaimana aktivitas yang profuktif tersebut menambah kedekatan kita kepada Allah, melekatkan diri kita dalam memerani seorang istri dan ibu, serta seberapa manfaatkah diri kita untuk semesta.

Ketika Allah memberi kita sebuah kemampuan, maka jalani. Karena bisa jadi itulah misi hidup kita yang sebenarnya. Jangan biarkan kita menjadi salah satu manusia paruh baya yang bingung akan fungsi dirinya sehingga hal tersebut disebut dengan mid-life crisis yang dialami sebagian orang. Sad to say.

And after all, sedari tadi yang saya pikirkan saat menulis ini adalah, bagaimana sehingga nanti Mba Althaf dan adik-adiknya tidak “terlambat” dalam menemukan misi spesifik hidup dan potensi dirinya yang sesuai fitrah akan mereka alami dalam masa pre-aqil baligh (10-13 tahun) atau saat memasuki usia aqil baligh (14 tahun keatas). Semangat! :’)

Setelah melihat kembali ke ranah kuadran aktivitas yang saya bisa dan suka di NHW 7, maka akan saya tarik aktivitas sebagai Educator sebagai aktivitas yang saya pilih. Alhamdulillah, biidznillah Allah dengan jalan skenarionya yang penuh kejutan mengantarkan saya ke dunia ini tepat setelah saya meninggalkan dunia sekolah menengah atas.

Namun, masih ada 3 elemen yang mendukung misi spesifik hidup dengan produktivitas. Yaitu Be, Do, dan Have.

Mental seperti apa yang harus saya miliki untuk menjadi apa yang saya inginkan (be)? Adalah mental yang penuh dengan ketulusan dan kesungguhan. Bahwa mendidik bukan hanya mengajarkan ilmu bersumber buku, atau menyuruh peserta didik mencatat puluhan kata di papan tulis. Namun bagaimana saya bisa melihat perkembangan menyeluruh dari segi kognitif, sosial emosional serta moral dengan berdasar ketulusan hati, karena hal itu bukan sesuatu yang mudah. Siapa saja mampu, namun tidak mudah.

Apa yang harus saya lakukan untuk bisa menjadi apa yang saya inginkan (do)? Jelas bahwa saya harus terus belajar. Karena saat menjadi seorang guru, dosen atau seorang pakar pendidik lainnya, waktu belajar saya yang sesungguhnya adalah ketika saya menghadapi mereka para peserta didik. Teori akan banyak memenuhi otak saya, namun semua itu hanya bisa terealisasi saat saya bisa mengalirkan ilmu dengan menggunakan hati sebagai dasarnya. Hal kedua setelah belajar adalah improvisasi diri, selalu melakukan evaluasi atas apa yang kurang entah dalam metode maupun materi saat saya mengenakan gelar sebagai seorang pendidik.

Apa yang akan saya lakukan ketika saya sudah memiliki yang saya harapkan (have)? Maka saya akan terus mengalirkan ilmu kepada anak-anak saya khususnya, dan peserta didik saya umumnya, sehingga ilmu yang pernah terpatri tidak akan berhenti dan mati. Terlebih jika itu bisa menjadi jariyah dan bermanfaat dalam ranah sabilillah.



Tentang dimensi waktu…

Lifetime Purpose
Dalam kurun waktu kehidupan saya, saya ingin menjadi seorang istri dan ibu pembelajar dan pendidik yang handal. Menjadi kebanggaan keluarga dan menjadi media Allah dalam menjadikan anak-anak salih dan saliha. Terus menebar kebermanfaatan bagi keluarga dan sesama. Insyaallah aamiin.

Strategic Plan
Dalam kurun waktu kehidupan saya selama 5-10 tahun kedepan, saya akan berusaha untuk menyelesaikan studi hingga strata 3, insyaallah. Terus menabung mimpi untuk menjadi seorang dosen yang tetap bisa produktif dari dalam rumah, menjadikan keluarga saya pusat bisnis dan produktivitas saya tanpa menghabiskan banyak waktu diluar rumah. Insyaaallah aamiin.

New Year Resolution
Dan yang ingin saya capai dalam kurun waktu satu tahun adalah menjadi pribadi yang lebih profesional dalam membagi waktu, mengatur emosi serta mendapat nilai baik dan mampu mendalami setiap ilmu yang saya dapat di perkuliahan untuk saya praktikkan dalam ranah domestik (membuat kurikulum pembelajaran untuk Mba Althaf) dan ranah sosial (menjadi guru yang profesional untuk murid-murid saya)



Devi, ingin berubah atau kalah? Start now!